wisata rajegwesi

Rajegwesi, Akuarium Penyu Terbuka

KOMPAS/SIWI YUNITA CAHYANINGRUM Anak-anak dari Rajegwesi dan Banyuwangi melepas tukik (penyu) di pantai Rajegwesi, Banyuwangi. Rajegwesi menjadi salah satu tempat wisata pelepasan tukik di Taman Nasional Meru Betiri.
Oleh Siwi Yunita Cahyaningrum
Tahun 1980-an, hampir sepanjang pantai selatan Jawa menjadi habitat penyu-penyu langka seperti penyu belimbing, sisik, dan hijau. Kini setelah wilayah selatan kian ramai dengan aktivitas nelayan, habitat penyu kian terdesak. Pantai Rajegwesi menjadi sedikit dari habitat penyu langka yang tersisa. Saat liburan sekolah tempat ini layak dituju.
Pantai Rajegwesi terbentang di selatan Banyuwangi, Jawa Timur. Letaknya di perbatasan hutan dan masuk dalam Taman Nasional Meru Betiri. Butuh waktu 2-3 jam untuk mencapai kawasan tersebut dari kota Banyuwangi. Jalurnya menembus perkebunan karet dan kakao dengan kondisi jalan berbatu.
Namun pantai ini menjadi salah satu tempat habitat penyu langka, di antaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu slengkrah (Lepidochelys olivacea), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Pada waktu-waktu tertentu tukik atau anak penyu yang sebelumnya telah ditangkarkan, dilepas di pantai ini untuk tumbuh dan berkembang.
Sebelumnya, penyu-penyu itu ditangkarkan di pusat penangkaran penyu pantai Sukamade. Dibandingkan dengan Rajegwesi, Sukamade jauh lebih terpencil. Akses menuju pantai tersebut hanya bisa ditempuh dengan mobil bergardan ganda atau trail. Namun justru di tempat terpencil itu, penyu-penyu bisa bertelur dengan lebih aman, minim gangguan manusia dan habitatnya pun terjaga.
Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri Bambang Darmodjo mengatakan, pada waktu malam di saat-saat tertentu, penyu mendarat di pantai untuk bertelur. ”Terkadang dua atau tiga ekor, tetapi bisa jadi 4-6 ekor penyu yang mendarat untuk bertelur. Tapi bisa jadi mereka mendarat namun tak jadi bertelur karena terusik keramaian,” katanya.
Penyu hijau misalnya, bisa menetaskan 100 butir telur di pantai. Telur-telur itu dikubur oleh induknya di pasir pantai untuk mengerami dan melindunginya dari babi hutan atau binatang lain pemangsa telur.
Kondisi pantai yang masih bersih dan sepi mendukung perkembangbiakan penyu-penyu yang kini sudah langka tersebut. Warga setempat seperti nelayan pun memberi ruang pada fauna langka. Mereka hanya menambatkan perahu di sisi barat pantai, adapun di sisi timur dibiarkan kosong dan menjadi habitat hewan-hewan seperti penyu, dan hewan laut lainnya.
Pantai Rajegwesi dan Sukamade selama ini menjadi lokasi wisata konservasi. Pada musim-musim tertentu, wisatawan dari dalam negeri dan mancanegara datang khusus untuk melihat penyu bertelur atau melepas tukik di pantai,” kata Bambang.
Seperti April lalu, Banyuwangi Turtle Sea Foundation mengajak anak-anak SD untuk melepas penyu di pantai Rajegwesi. Tukik-tukik itu berasal dari pantai Sukamade yang kemudian ditangkarkan di tempat penangkaran penyu di Ketapang, Banyuwangi.
Davina (12), salah satu anak yang ikut melepas tukik terlihat senang bukan main saat penyu kecilnya lepas dari tangan dan berlari menyambut ombak. Davina baru sekali ini melihat tukik di alam bebas. Biasanya ia hanya melihatnya di akuarium.
Kegembiraan serupa tergambar di wajah anak-anak SDN Sarongan yang ikut melepas tukik. Menurut Westin Dwi, siswa kelas VI SD Sarongan, menyaksikan penyu bertelur sudah menjadi sesuatu yang langka. Karena itu ketika ada kegiatan yang berkaitan dengan penyu mereka bersemangat untuk ikut serta.
”Telur-telur penyu dibantu untuk ditetaskan kemudian saat menjelang dewasa harus dilepas agar mereka bisa hidup di alam bebas. Suatu saat kami berharap bisa melihat penyu itu kembali dan bertelur,” kata Westin yang hidup di lingkungan nelayan.
Pendiri Banyuwangi Sea Turtle Foundation Wiyanto Hadi Tanojo mengatakan, dirinya memang mengajak anak-anak untuk melepas tukik bersama agar mereka mengenal dan lebih menyayangi hewan-hewan langka itu. Kelak, saat mereka dewasa, rasa sayang terhadap lingkungan itu diharapkan mengakar di jiwa mereka.
Penyu-penyu di Meru Betiri sendiri kini terancam punah. Tak semua telur bisa menetas, atau berkembang menjadi penyu dewasa yang bisa bertelur lagi.
Telur yang baru saja dihasilkan induk kadang habis disantap hewan lain seperti babi hutan. Tidak jarang telur penyu dicuri dan diperdagangkan. Ketika telur sudah berubah menjadi tukik, tidak serta-merta mereka bisa bertahan di alam terbuka. Mereka juga kerap menjadi mangsa elang laut atau hewan lainnya.
Berdasarkan data dari Taman Nasional Meru Betiri, sepanjang tahun 2011 saja tercatat sebanyak 979 penyu yang mendarat dan bertelur di pantai Sukamade. Jumlah telur yang ditanam sebanyak 111.718 butir, namun hanya 81.023 ekor yang menetas jadi tukik. ”Dari 1.000 tukik yang dilepas mungkin hanya seekor yang bisa bertahan hingga dewasa dan kemudian bertelur lagi,” kata Bambang.
Rajegwesi menjadi bagian dari habitat penyu di Meru Betiri. Jika pantai seperti Rajegwesi tetap terjaga ekosistemnya, penyu pun tetap punya ruang hidup yang leluasa.

0 comments:

Post a Comment